Keterbukaan Berbicara Aktivitas Seksual dan Prostitusi padaPodcast/Vodcast: Semiotik Budaya
Video podcast atau vodcast saat ini menjadi salah satu saluran hiburan video yang sangat digemari masyarakat. Vodcast merupakan bentuk podcast/sinear yang divideokan dan diunggah di kanal Youtube atau media sosial. Sinear yang sebelumnya adalah media audio dikemas menjadi lebih menarik dengan dihadirkan dalam bentuk vodcast. Terlebih, sekarang ini Youtube merupakan salah satu media sosial yang paling banyak diminati masyarakat Indonesia. "YouTube menjadi all in one platform yang paling sering dikunjungi yakni sebesar 93,8%. WhatsApp sebagai aplikasi pesan instan yang banyak diakses 87,7%, media sosial yang paling dimiliki adalah Facebook 89,8%" (Kemenkominfo, 2021).
Salah satu topik video podcast yang akhir-akhir ini
banyak dibahas adalah topik yang berkaitan dengan seksualitas, pornografi, dan
prostitusi. Prostitusi yang berkaitan dengan pembayaran untuk pertukaran
layanan seksual (Benoit dkk., 2018) telah lama menjadi fenomena kontroversial.
Prostitusi identik dengan wanita yang menjual layanan seksual untuk mendapatkan
uang. Ironisnya topik-topik tersebut lebih sering menghadirkan bintang tamu
wanita. Padahal, di masyarakat umum, wanita cukup tertutup untuk mengumbar
persoalan seksualitas, prostitusi, dan pornografi. Fenomena wanita berbicara
tentang kegiatan seks, prostitusi, dan pornografi merupakan pergeseran
kebiasaan atau budaya yang terjadi di masyarakat Indonesia.
Dari sisi budaya, kluster masyarakat dunia secara umum
dibagi menjadi dua, yakni masyarakat barat dan masyarakat timur dengan
perbedaan ciri budaya yang cukup mencolok. Nilai budaya timur terbentuk melalui
cara berpikir kontemplatif sebagai puncak dari perkembangan intuisi manusia.
Budaya timur bersumber pada agama, ide abstrak, dan simbol. Masyarakat atau
budaya timur berusaha memadukan pengetahuan, intuisi, pemikiran konkret,
simbolik, dan kebijaksanaan (Yudipratomo, 2020). To Thi Anh seorang
oksidentalis Vietnam mengidentifikasikan budaya barat dan budaya timur dengan
penjelasan bahwa budaya timur memiliki pandangan dasar budaya yang dipengaruhi
oleh paham Konfusianisme, Taoisme, dan Buddhisme, sedangkan dasar budaya barat
banyak dipengaruhi oleh semangat renaisans yang menjadi titik balik masyarakat
Barat untuk mengutamakan logika dan metode-metode empiris dalam memahami
realitas (Rapoho, 2022).
Masyarakat timur yang umumnya menganut sistem patrilineal
membatasi wanita dalam beberapa hal, misalnya, dalam berbicara, terlebih untuk
urusan seksual. Dalam tradisi Jawa masa lampau, perempuan sering digambarkan
sebagai kanca wingking (teman untuk urusan di belakang). Bahkan, muncul
ungkapan swargo nunut neroko katut. Tak berbeda dengan Jawa, masyarakat Melayu
tradisional pun menganggap wanita sebagai orang belakang atau orang rumah.
Terkait dengan gambaran wanita dalam tradisi masyarakat timur, penelitian di
Jepang terhadap iklan produk kosmetik menggambarkan wanita dalam tiga lapis
ideologi berikut. The ads’ depictions of women layer together three distinct
ideologies often viewed as mutually exclusive: kawaii ideals of innocence,
ignorance and immaturity; the traditional gender order of male dominance and
female submissiveness; and the postfeminist ideal of strong, independent women (Nakamura,
2020). Di sini wanita tetap diasosiasikan dengan keluguan, kepolosan, dan
ketidakdewasaan. Wanita juga digambarkan berada di bawah dominasi pria.
Terakhir, wanita digambarkan sesuai dengan cita-cita postfeminis, yakni wanita
kuat dan mandiri.
Keberanian wanita dalam mengungkapkan tindakannya terkait
kegiatan seksual, pornografi, dan prostitusi jelas berbeda dengan mitos wanita
timur, khususnya Indonesia, yang selama ini diyakini. Kondisi anomali tersebut
merupakan kondisi sosial-budaya yang terjadi di masyarakat kita sekarang ini.
Fenomena budaya di masyarakat dalam semiotik dipandang sebagai tanda (Ropiah
dkk., 2022). Pemaknaan tanda dalam semiotik secara umum dilakukan berdasarkan
dua aliran besar, yakni strukturalisme dan pragmatisme. Strukturalisme
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang abstrak dan terstruktur (Hoed, 2014).
Pragmatisme memandang tanda dalam tiga dimensi (triadik), yakni representamen,
objek, dan interpretan. Pemaknaan tanda budaya dalam konsep ini disebut sebagai
proses semiosis. Proses semiosis banyak digunakan dalam analisis tanda budaya
dengan melihat bagaimana sebuah budaya atau perubahan budaya masyarakat sebagai
proses yang bermakna dan dimaknai oleh masyarakat pendukungnya. Perubahan
budaya masyarakat modern dalam dunia digital (netizen) merupakan objek telaah
semiotik budaya untuk melihat bagaimana pemaknaan budaya terjadi pada
fenomena-fenomena sosial-budaya di dunia digital yang sekaligus juga
merepresentasikan perubahan budaya yang terjadi di masyarakat Indonesia.
Semiotik Budaya dalam Analisis Budaya Masyarakat
Analisis semiotik budaya/kultural menelaah sistem tanda
dalam kebudayaan tertentu. Kebiasaan, cara hidup, bahasa, perilaku sosial
merupakan bagian budaya masyarakat. Fenomena sosial di masyarakat merupakan
bagian dari kehidupan budaya masyarakat. Signifikasi/pemaknaan tanda budaya
tepat dianalisis dengan sistem semiosis trikotomi: objek, representamen, dan
interpretan. Representamen merupakan sesuatu yang dapat dipersepsi (perceptible);
objek merupakan sesuatu yang mengacu ke hal lain (referensial); dan interpretan
merupakan sesuatu yang diinterpretasi (interpretable).
Semiosis merupakan proses pemaknaan dan penafsiran atas
benda atau perilaku berdasarkan pengalaman budaya seseorang. Proses pemaknaan
atas suatu objek atau fenomena budaya tertentu bisa berbeda-beda antara satu
individu dengan individu lainnya bergantung pada latar belakang sosial
budayanya. Pemaknaan terhadap suatu tanda umumnya merupakan hasil pemikiran
pribadi yang didasarkan pada konvensi budaya masyarakat sekitar. Maka dari itu,
dalam penelitian semiotik tercakup 3 ranah yang berkaitan dengan pemaknaan
budaya yang diserap manusia dari lingkungannya (the world), yakni yang
bersangkutan dengan tubuh-nya, pikiran-nya, dan kebudayaan-nya. Semiosis oleh
Halliday (2005) dimaknai melalui empat sistem. Dalam pandangannya, semiosis
involves four systems: physical systems (the material world), biological
systems (human beings), social systems (society and culture) and semiotic
systems (meanings made through language, images etc.) (O’Halloran, 2022).
Jadi, pemaknan budaya tidak bisa hanya melibatkan unsur individu (tubuh dan
pikiran) sendiri, tetapi juga harus melibatkan konsteks sosial-budaya
masyarakat yang ada di luar tubuh kita sendiri. Hal-hal di luar tubuh ini
meliputi aspek sosial, material, budaya, dan pemaknaan lain yang sudah ada.
Video podcast merupakan budaya baru—budaya
digital—yang berbeda dengan budaya tradisonal. Selain berbeda, budaya digital
ternyata memiliki pengaruh yang mampu mengubah budaya masyarakat yang sudah
mapan menjadi budaya baru yang berbasis internet. Bagi mereka yang tinggal di
daerah perkotaan, budaya digital semakin menjadi bagian dari kehidupan,
pekerjaan, budaya, dan identitas (Miller, 2020). Selain menjadi referensi ilmu
pengetahuan (Solahudin & Fakhruroji, 2020), budaya digital juga telah
mengubah pola interaksi, komunikasi, sikap, perilaku, dan penerapan norma-norma
di masyarakat. Budaya digital telah mengubah budaya tradisional yang kemudian
mendorong bentuk baru dalam berekspresi secara kreatif dan menawarkan
persepektif baru untuk komunikasi antar budaya (Hurduzeu dkk., 2022) (Arianto,
2021).
Seperti umumnya kemunculan suatu budaya, budaya digital juga
memiliki dampak positif sekaligus juga negatif pada budaya lain yang telah ada
di masyarakat kita. Efisiensi, fleksibiltas, dan efektivitas pelaksanaan
pekerjaan serta kemudahan mendapatkan berbagai informasi penting menjadi contoh
dampak positif makin meluasnya budaya digital. Meskipun demikian, dampak
negatif yang lahir dari budaya digital juga tidak bisa dikatakan lebih sedikit.
Perubahan gaya hidup, pergaulan, cara berpakaian, dan perilaku ke arah negatif
dengan parameter tidak sesuai dengan budaya timur adalah contohnya.
Perilaku-perilaku seperti berpakaian terbuka (sexy), pergaulan bebas,
hidup bersama tanpa menikah, dan menikah sesama jenis adalah contoh-contoh
perilaku yang tidak sesuai dengan budaya timur yang banyak disebarkan di media
digital dari Barat.
Artikel lengkap dan Referensi dapat dilihat pada: Pengungkapan Seksualitas, Pornografi, dan Prostitusi pada Video Podcast: Kajian Semiotik Budaya
Saefu Zaman
Posting Komentar