Konsep Dasar Metafora |
Dalam menyampaikan maksud, manusia terkadang terbatasi oleh kosakata yang
tersedia yang dirasa kurang bisa mewakili ide atau emosi yang ingin
disampaikan. Untuk mengatasi hal tersebut, manusia kemudian mengambil suatu
perbandingan lain yang dirasa memiliki kesamaan dengan ide atau emosi yang
ingin disampaikan tersebut. Di sinilah kemudian metafora muncul. Metafora
merupakan salah satu cara yang dilakukan manusia untuk mengilustrasikan sesuatu
yang abstrak agar lebih mudah dimengerti. Lakoff dan Johnson (1980) mengatakan
bahwa metafora bagi kebanyakan orang adalah seperangkat imajinasi puitis dan
perkembangan retorikal. Metafora dapat dilihat sebagai karakteristik bahasa itu
sendiri, bagaimana suatu masyarakat meresapi kehidupannya sehari-hari, tidak
hanya dalam bahasa, tetapi juga dalam pikiran dan tindakan.
Metafora mengambil dua referen yang memiliki kemiripan atau kesamaan yang
kemudian keduanya saling dihubungkan. Referen pertama disebut vehicle (pembawa) dan yang kedua disebut
ground (makna baru). Bagian-bagian
yang diperbandingkan dalam metafora memiliki ranah masing-masing berdasarkan
medan maknanya. Para linguis dan psikolog pada 1990-an mempercayai bahwa
metafora merupakan panduan dalam pikiran abstrak manusia.
Dari kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa metafora secara bentuk
adalah bahasa itu sendiri, tetapi secara makna adalah cerminan dari bagaimana
pembuat metafora itu berpikir dan bertindak. Maka dari itu, menjadi sesuatu
yang wajar apabila suatu kelompok masyarakat memiliki metafora yang berbeda
dengan kelompok masyarakat yang lain. Hal tersebut muncul karena pikiran atau
budaya yang dimiliki masyarakat dalam mempersepsi lingkungan sekitar
berbeda-beda. Jika pun ada kesamaan pengambilan suatu bentuk bahasa menjadi
metafora, belum tentu makna yang dibentuk sama. Hal itu bisa dilihat dari contoh berikut.
Kata “hot” oleh beberapa
kelompok bahasa diambil sebagai metafora. Namun, makna yang diacu oleh kelompok-kelompok
budaya tersebut berbeda, misalnya dalam bahasa Ibrani, “hot” mengacu pada kemarahan, dalam bahasa Mandarin mengacu pada
antusiasme, dalam bahasa Thailand mengacu pada gairah seksual, dan dalam bahasa
Hausa mengacu pada energi. Ranah sumber yang sama yaitu “hot” ternyata memiliki banyak makna. Makna-makna tersebut merupakan
hasil pemikiran masing-masing kelompok budaya.
Metafora sebagai cerminan pikiran dan budaya masyarakat juga bisa dilihat
dari bentuk metafora itu sendiri. Ada metafora yang bertolak belakang dari dua
kebudayaan yang bisa dianggap sebagai cerminan budaya dan pikiran
masyarakatnya.
Metafora “Time is money” => Inggris/ Eropa
Metafora “Alon-alon asal klakon
‘pelan-pelan asalkan terlaksana’ =>
Jawa
Kedua metafora
tersebut merupakan metafora tentang pemanfaatan waktu. Metafora Time is money menggambarkan bagaimana
budaya orang Eropa yang menganggap bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat
penting yang harus dimanfaatkan secara maksimal sehingga diibaratkan sebagai
uang. Uang dalam budaya kapitalis di Eropa adalah sesuatu yang paling penting
dan berharga sehingga untuk menggambarkan betapa penting dan berharganya waktu,
digunakanlah uang sebagai vehicle-nya.
Budaya yang kontra diperlihatkan oleh masyarakat Jawa. Metafora “Alon-alon asal klakon” menunjukkan bahwa
masyarakat Jawa tidak menuntut kecepatan dalam bekerja atau memanfaatkan waktu,
tetapi lebih pada ketercapaian suatu tujuan dengan benar dan sesuai dengan
nilai-nilai yang diyakini. Akhirnya, tidak heran jika masyarakat Eropa
berkembang secara cepat dan menghasilkan teknologi berupa mesin-mesin yang
membantu kecepatan bekerja mereka, sedangkan masyarakat Jawa berkembang secara
perlahan karena meyakini nilai-nilai yang harus ditaati dalam konsesus mereka.
Contoh nyata dari perwujudan metafora tersebut dalam kehidupan masyarakat Jawa
adalah bagaimana lamanya masyarakat Jawa dalam membuat sebuah kain batik dan
bagaimana lamanya seorang empu membuat senjata keris, yaitu memakan waktu berminggu-minggu
atau bahkan berbulan-bulan hanya untuk membuat satu benda.
Dari kenyataan-kenyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa peran
metafora dalam suatu budaya adalah memudahkan anggota masyarakat untuk
menyampaikan konsep yang abstrak secara lebih efektif dan tepat berdasarkan
hal-hal yang ada di sekitar masyarakat itu sendiri. Pengambilan entitas lain
sebagai penggambaran suatu entitas dipengaruhi oleh pemikiran dan tindakan yang
dimiliki masyarakat budaya itu. Dengan kata lain, metafora adalah budaya dan setiap orang bermetafora.
Deskripsi lengkap mengenai metafora akan penulis ulas pada tulisan berikutnya... Salam Bahasa.................
Saefu Zaman
Ref: Lakoff, George and Mark Johnson. 1980. Metaphors We Live By. Chicago: The University of Chicago Press.
Posting Komentar