Dalam teory implikaturnya, Grice (1975:43-47) mengemukanakan dua subteory yaitu memngenai makna komunikasi dan penggunaaan bahasa. Prinsip kerjasaama merupakan pokok dari subteory penggunaan bahasa.
Prinsip kerjasama mengatur apa yang harus dilakukan oleh pesertanya agar percakapan yag dilakukan terdengan koheren. Menurut Grice (1975:48, 1991;309) kesearahan yang diakibatkan kesamaan unsur dalam transaksi percakapan dapat dicapai dengan tiga hal yaitu penyampaian tujuan jangka pendek meskipun tujuan akhirnya bebeda ataupun bertentangan, menyatukan sumbangan partisipan sehingga penutur dan petutur saling mendukung hal yang dipercakapkan, mengusahakan agar penutur dannpetutur memiliki pengertian bahwa transaksi berlangsung dengan satu pola tertentu yang cocok kecuali bila bermaksud mengakhiri percakapan.
Grice mengemukakan bahwa di dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama setiap penutur harus mematuhi 4 maks9im percakapan yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan ( Grice, 1975, 45-47; Parker, 1986, 23; Wardough, 1986, 202; sperber & Wilson, 1986, 33-34)
1. Maksim Kuantitas
Maksim kuantitasa menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya.
Contoh : 1. Anak tetangga saya kemarin disunat.
Pembanding
2. Anak laki-laki tetangga saya kemarin disunat.
Dari contoh yang pertama sudah dapat kita ketahui bahwa anak yang di sunat adalah anak laki-laki sehingga tidak perlu di ungkapkan dengan anak laki-laki tetangga saya karena dalam lingkungan masyarakat sudah menjadi kelaziman yang melakukan sunat adalah anak laki-laki. Dengan kata lain pada contoh yang kedua terdapat penggunaan kata yang berlebihan yang tidak termasuk dalam prinsip maksim kuantitas.
2. Maksim Kualitas
Maksim percakapan ini mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya di dasarkan pada bukti-bukti yang memadai.
Contoh : KPU memusatkan penghitungan suara di Hotel Borobudur Jakarta.
Tuturan tersebut bersifat kooperatif karena memenuhi maksim kualitatif. Dalam kenyataanya memang tuturan tersebut dapat dibuktikan kebenaranya atau memiliki bukti yang memadai. Bukti dari tuturan tersebut jika kita melihat di televisi sekarang dapat kita lihat bahwa pusat penghitungan suara oleh KPU memang di tempatkan di Hotel Borobudur Jakarta dan bila kita ke sana juga pasti bukti itu benar. Lain halnya dengan tuturan berikut : ” Rektor Unnes saat ini adalah Drs. Imam Baehaqie, M.Hum.”. Tuturan tersebut tidak berasifat kooperatif karena tidak memenuhi maksim kualitatif karena pada kenyataanya rektor unnes yang saat ini menjabat adalah Prof. Sudjiono atau dapat dikatakan tuturan tersebut tidak benar kenyataanya.
3. Maksim Relevansi
Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Dalam menghasilakn tuturan yang kooperatif dengan maksim relevansi ini penutur harus memberikan kontribusi atau tanggapan yang relevan dengan masalah yang sedang dibicarakan.
Contoh :
X : Kamu kenapa de, ko nggak berangkat sekolah?
Y : Badan ade panas ma.
X : Panas kenapa de, mau mama ambilin paracetamol?
Dari tuturan tersebut dapat kita lihat bahwa tuturan tersebut bersifat kooperatif karena memenuhi syarat maksim relevansi. Apa yang dituturkan oleh X relevan dengan masalah yang dihadapi dalam pembicaraan. Hal itu terlihat ketika Y mengatakan bahwa badanya panas, X memberikan tanggapan yang relevan yaitu dengan menawarkan parecetamol yang mana itu merupakan obat penurun panas.
Akan berbebeda jika tuturan yang terjadi sebagai berikut :
X : Kamu kenapa de, ko nggak berangkat sekolah?
Y : Badan ade panas ma.
X : Mama mau nyuci baju nih.
Tuturan tersebut tidak kooperatif karena dalam tuturan tersebut tidak sesuai dengan maksim relevansi. Hal itu telihat dari tanggapan yang diberikan oleh X yang bukan merupakan tanggapan yang relevan terhadap masalah yang ada dalam pembicaraan tersebut.
4. Maksim Pelaksanaan
Maksim Pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Dengan maksim ini penutur juga diharuskan menafsirkan kata-kata yang digunakan oleh lawan bicaranya secara taksa berdasarkan konteks-konteks pemakaianya.
Dalam maksim ini terdapat beberapa faktor yang harus dipenuhi yaitu yang pertama adalah berbicara dengan jelas. Maksudnya penutur hendaknya mengupayakan tuturan yang jelas dapat didengar dan maksud yang jelas pula. Sebagai contoh “ Buku merah itu adalah buku saya”. Tuturan tersebut merupakan tuturan yang koperatif karena adanya unsur kejelasan dari tuturan tersebut. Pendengar tuturan tersebut jika dia seorang yang normal tentu dia akan sangat paham dengan tuturan tersebut karena kejelasanya.
Kedua adalah menghindari makna taksa. Penggunaan makna taksa dalam maksim ini tidak dikehendaki atau melanggar maksim ini atau berarti tidak kooperatif.
Contoh tuturan yang mengandung ketaksaan ” Bunga tidak boleh di ambil”.
Tuturan tersebut mengandung ketaksaan atau ketidakjelasan. Ketaksaan tersebut terjadi karena kata bunga tersebut tidak dijelaskan secara jelas. ”Bunga” dalam tuturan tersebut dapat diartikan sebagai bunga asli tapi bisa juga bunga uang dari hasil menabung di bank. Seharusnya tuturan tersebut di ucapkan lebih jelas misalnya ” Bunga mawar itu tidak boleh di ambil”. Dari tuturan tersebut kita melihat tidak ada ketaksaan yang terjadi. Maknanya jelas bahwa yang dimaksud bunga dalam tuturan adalah bunga dari tumbuhan. Dengan kejelasan ini tuturan yang kedua ini bersifat kooperatif karena tidak taksa.
Ketiga yaitu pembicaraan yang panjang lebar dan berlebihan untuk menyampaikan sedikit maksud harus dijauhi. Berbicara secara singkat justru di sarankan dalam hal ini.
Contoh :
X : Mak nasi
Y : Pake apa?
X : Sop sama pindang mak.
Tuturan ketika seseorang sedang membeli nasi diatas bersifat kooperatif karena tidak berlebih-lebihan atau singkat sehingga memenuhi maksim pelaksanaan. Akan berbeda ketika pembeli berucap sebagai berikut :
X : Mak apakah saya boleh membeli nasinya satu bungkus?
Tuturan tersebut terlalu berlebih-lebihan ketika dipakai di warung makan atau tidak kooperatif.
Keempat adalah ketertiban dan keteraturan tuturan. Suatu tuturan dalam maksim ini dikatakan bersifat kooperatif ketika tersusun teratur dan tertib berdasarkan urutan kejadian apa yang dituturkan.
Contoh : ” Saya kemarin pergi ke pasar dengan ibu. Di pasar saya membeli daging ayam satu kilogram, jeruk 1 kilogram dan wortel 2 kilogram. Dalam perjalanan pulang, karena kurang hati-hati jeruk yang saya beli terjatuh.”
Tuturan tersebut bersifat kooperatif karena tuturan tersebut di ujarkan secara teratur dan tertib (runtut) sehingga masuk dalam maksim ini. Tuturan tersebut dapat menjadi tuturan yang tidak kooperatif ketika tuturan tersebut di ubah susunanya. Misalnya disusun sebagi berikut :
” Di pasar saya membeli daging ayam satu kilogram, jeruk 1 kilogram dan wortel 2 kilogram. Saya kemarin pergi ke pasar dengan ibu. Dalam perjalanan pulang, karena kurang hati-hati jeruk yang saya beli terjatuh.”
DAFTAR PUSTAKA
Rahardi, R. Kunjana. 2004. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma.
Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: Semarang Press.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Posting Komentar