Menurut Rahardi (2004: 88 ) ironi dapat dipahami sebagai sosok ragam atau laras bahasa atau juga sebagai sosok gaya bahasa yang menyatakan maksud yang serba berlawanan dengan kelakar. Dengan berironi orang dapat bersikap dan berperilaku sangat tidak santun, namun dengan gaya yang seolah-olah sungguh sangat santun pada pihak yang lainnya.
Kita bersikap ironi karena terkadang tuturan yang tidak santun dapat membuat tersinggung. Akan tetapi dengan penggunaan ironi ini kita dapat menghaluskan perkataan kita yang sesungguhnya tidak santun. Kita bersikap ironis bila menggunakan sopan santun yang tidak tulus sebagai pengganti sikap tidak sopan, dan dengan perilaku ini kita bertujuan merugikan dan menyudutkan orang lain. Ketidaktulusan ini kadang-kadang tampak dengan jelas dan kadang-kadang tidak.
Contoh :
• A : “ Ini hasil lukisanku!”
• B : “ Wah lukisanmu sungguh unik sekali”.
Ketidaksantunan terlihat dari ungkapan yang terlihat santun yang menyatakan bahwa lukisan itu unik sekali, padahal ungkapan itu secara ironis bertujuan untuk menyatakan bahwa lukisan itu jelek.
2. Prinsip Kelakar
Rahardi (2004: 90) menyatakan bahwa kelakar lazim disebut sebagai sosok ironi yang tidak sesungguhnya atau hanya pura-pura saja. Sedangkan Leech (1993: 228) kelakar adalah cara menyinggung perasaan untuk beramah-tamah.
Prinsip ini dapat dinyatakan untuk meningkatkan keakraban atau solidaritas dengan teman, katakanlah sesuatu kepada teman yang jelas tidak benar dan jelas tidak sopan.
Contoh :
• “ Ternyata kingkong kaya kamu bisa sakit juga ya!”
Tuturan tersebut digunakan ketika seorang teman akrab melihat temanya yang terkesan kuat dan beringas sedang sakit. Untuk menimbulkan keakraban seorang teman dapat menyatakan keprihatinanya dengan kata-kata tersebut.
3. Prinsip Kejujuran dan Ketulusan
Dengan mengacu pada pendapat Rachman, kejujuran dalam bertutur merupakan elemen dari integritas pribadi, yang artinya bahwa sebagai penutur kita dituntut untuk menjaga keluhuran tuturan, nama baik dan juga kepentingan orang lain atau masyarakat. Sehingga penutur harus bertanggung jawab atas tuturannya sendiri serta tidak melecehkan nilai yang dijunjung tinggi dan diperjuangkan dalam proses berkomunikasi.
Ketulusan dapat diartikan bahwa apa yang kita tuturkan merupakan yang benar-benar berasal dari hati nurani kita. Kata-kata tersebut tidak dibuat-buat dan memang benar-benar begitu adanya.
Contoh : “ Wow, bagus benar nilai ujianmu. Pantas saja kamu selalu menjadi juara 1 di kelas ini.”
Tuturan tersebut dinyatakan seorang teman yang melihat hasil ujian temanya yang pintar yang mendapat nilai tertinggi. Tuturan tersebut dinyatakan berdasarkan kenyataan yang sesungguhnya atau jujur adanya.
4. Prinsip Turn Taking
Turn taking adalah proses dimana peran dari penutur dan mitra tutur ditukar. Dalam proses turn taking, latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh mitra tutur merupakan bagian yang penting. Terjadinya proses turn taking antara lain karena penutur menawarkan kesempatan kepada mitra tutur secara eksplisit (langsung), misalnya dalam mengajukan pertanyaan atau juga penutur memberikan topik singkat dalam percakapan. Bentuk pemberian topik dari penutur terutama yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibicarakan.
Contoh :
X : ”......................................................................................................................
Itulah pendapat saya mengenai masalah itu, mugkin dari teman-teman yang lain ada yang memiliki pendapat atau statment yang berbeda atau bahkan tidak setuju dengan saya, silakan.”
Y : ” Ya, saya kurang sependapat dengan pernyataan saudara tadi. Menurut saya.............................................................................................................”.
Penyataan atau ungkapan itu dilakukan oleh penutur kepada mitra tuturnya supaya memberikan pendapatnya guna memecahkan suatu masalah yang sedang dihadapi. Di sini akan terjadi pertukaran peran antara penutur dengan mitra tutur.
DAFTAR PUSTAKA
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta : UI Press.
Marsudi. Gaya Bahasa Ironi dan Kelakar dalam Rubrik ‘Mr. Pecut’ di Surat Kabar Jawapos.http://KAPPA(2003)/EdisiKhususSainsSosial,1-10.doc. [diunduh Selasa, 12 Mei2009]
Rachman, A. Prinsip – Prinsip Etika Humas. http://aS3do22f722dala42aa473e207laffa3-doc. [diunduh Selasa, 12 Mei 2009].
Rahardi, R. Kunjana. 2004. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang : Dioma
Posting Komentar