Terjadinya perubahan itu tentunya tidak dapat diamati, sebab perubahan itu yang sudah menjadi sifat hakiki bahasa, berlangsung dalam masa waktu yang relatif lama, sehingga tidak mungkin diobservasi oleh sesorang yang mempunyai waktu yang relatif terbatas. Buktinya ada perubahan bahasa dalam bahasa Inggris dapat kita lihat dari Fromkin dan Rodman (1974:191-193).
Berikut ini contoh bahasa Inggris dari masa menjelang zaman pujangga Shakespeare :
• Know ye this man ?
( Do you know this man ? )
• Why sings he so loud ?
( Why does he sing so loud ? )
Contoh di atas menunjukkan telah terjadi perubahan dalam searah perkembangan bahasa Inggris. Namun, bagaimana proses perubahan itu terjadi adalah tidak dapat diamati. Secara formal orang mengatakan perubahan status nama bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia, dalam sejarah terbentuknya bahasa Indonesia, adalah pada tanggal 28 Oktober 1928, yaitu pada saat berlangsungnya Kongres Pemuda.
Perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, entah kaidah itu direvisi, kaidahnya menghilang, atau munculnya kaidah baru ; dan semuanya itu dapat terjadi pada semua tataran linguistik : fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, maupun leksikon.
Perubahan Fonologi
Perubahan fonologis dalam bahasa Inggris ada juga yang berupa penambahan fonem. Perubahan bunyi dalam system fonologi bahasa Indonesia pun dapat kita lihat. Sebelum berlakunya EYD, fonem /f/, /x/, dan /s/ belum dimasukkan dalam khazanah fonem bahasa Indonesia ; tetapi kini ketiga fonem itu telah menjadi bagian dalam khazanah bahasa Indonesia.
Perubahan Morfologi
Perubahan bahasa dapat juga terjadi dalam bidang morfologi, yakni dalam proses pembentukan kata. Umpamanya, dalam bahasa Indonesia ada proses penasalan dalam proses pembentukan kata dengan prefiks me- dan pe-. Para ahli tata bahasa tradisional tidak mau menerima alomorf menge- dan penge- itu karena menyalahi kaidah dan dianggap merusak bahasa. Namun, kini kedua alomorf itu diakui sebagai dua alomorf bahasa Indonesia untuk morfem me- dan pe-. Kasus ini merupakan satu bukti adanya perubahan besar dalam morfologi bahasa Indonesia.
Perubahan Sintaksis
Perubahan kaidah sintaksis dalam bahasa Indonesia juga sudah dapat kita saksikan umpamanya, menurut kaidah sintaksis yang berlaku sebuah kalimat aktif transitif harus selalu mempunyai objek atau dengan rumusan lain, setiap kata kerja aktif transitif banyak yang tidak dilengkapi objek, seperti :
• Reporter anda melaporkan dari tempat keadia
• Pertunjukkan itu sangat mengecewakan
Kata kerja aktif transitif pada kalimat seperti di atas menurut kaidah yang berlaku harus diberi objek, tetapi pada contoh di atas tidak ada objeknya.
Perubahan Kosakata
Perubahan bahasa yang paling mudah terlihat adalah pada bidang kosakata. Perubahan kosakata dapat berarti bertambahnya koaakata baru, hilangnya kosakata lama, dan berubahnya makna kata. Kata-kata yang diterima dari bahasa lain disebut kata pinjaman atau kata serapan. Proses penyerapan atau peminjaman ini ada yang dilakukan secara langsung dari bahasa sumbernya, tetapi ada juga yang melalui bahasa lain. Penambahan kata-kata baru selain dengan cara menyerap dari bahasa lain, dapat juga dilakukan dengan proses penciptaan. Dalam perkembangannya sebuah bahasa bisa juga karena berbagai sebab akan kehilangan kosakatanya. Artinya, pada masa lalu kata-kata tersebut digunakan, tetapi kini tidak lagi.
Perubahan Semantik
Perubahan semantik yang umum adalah berupa perubahan pada makna butir-butir leksikal yang mungkin berubah total, maksudnya kalau pada waktu dulu kata itu, misalnya, bermakna ’A’, maka kini atau kemudian menjadi bermakna ’B’. Perubahan makna yang sifatnya meluas (broadening), maksunya, dulu kata tersebut hanya memiliki satu makna, tetapi kini memiliki lebih dari satu makna. Perubahan makna yang menyempit, artinya, kalau pada mulanya kata itu memiliki makna yang luas, tetapi kini menjadi lebih sempit maknanya.
Wardhaught (1990) membedakan adanya dua macam perubahan bahasa, yaitu perubahan internal dan perubahan eksternal. Perubahan internal terjadi dari dalam bahasa itu sendiri, seperti berubahnya sistem fonologi, sistem morfologi, atau sistem sintaksis. Sedangkan perubahan eksternal terjadi sebagai akibat adanya pengaruh dari luar, seperti peminjaman atau penyerapan kosakata, penembahan fonem dari bahasa lain, dan sebagainya.
2. Pergeseran Bahasa
Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain. Kalau seorang atau sekelompok orang penutur pindah ke tempat lain yang menggunakan bahasa lain, dan bercampur dengan mereka, maka akan terjadilah pergeseran bahasa ini.
Pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang memberi harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, sehingga mengundang imigran/transmigran untuk mendatanginya.
Dalam penelitiannya di wilayah Minahasa Timur, Sulawesi Utara, Danie (1987) menemukan adannya bahasa daerah yang pemakainya dan penuturnya sudah sangat menurun. Penyebabnya adalah (a) bahasa Melayu Manado sudah lama berfungsi sebagai lingua franca di daerah itu, (b) bahasa Melayu Manado merupakan bahasa berprestise tinggi di daerah itu, (c) kebutuhan akan bahasa pengantar, bahasa Indonesia, bagi anak-anak untuk memasuki sekolah, dan (d) berkembangnya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional di daerah itu. Karena itu peranan bahasa Melayu Manado semakin kuat.
3. Pemertahanan Bahasa
Dalam kasus yang dilaporkan Danie (1987) kita lihat menurunnya pemakaian beberapa bahasa daerah di Minahasa Timur adalah karena pengaruh penggunaan bahasa Melayu Manado yang mempunyai prestise yang lebih tinggi dan penggunaan bahasa Indonesia yang jangkauan pemakaiannya bersifat nasional.
Untuk menjelaskan ini kita ambil laporan Sumarsono (1990) mengenai pemertahanan penggunaan bahasa Melayu Loloan di desa Loloan, termasuk dalam wilayah kota Nagara, Bali. Menurut Sumarsono, penduduk desa Loloan yang berjumlah sekitar tiga ribu orang itu tidak menggunakan bahasa Bali, melainkan menggunakan sejenis bahasa Melayu yang disebut bahasa Melayu Loloan, sebagai B-1 nya; dan mereka semua beragama Islam. Di tengah-tengah B2 yang lebih dominan, yaitu bahasa Bali, mereka dapat bertahan untuk tetap menggunakan bahasa pertamanya, yaitu bahasa Melayu Loloan.
Dalam masyarakat Loloan selain ada B1 (bahasa Melayu Loloan) dan B2 lama (bahasa Bali), ada lagi B2 lain (yang disebut oleh peneliti sebagai B2 baru) yaitu bahasa Indonesia. Kedudukan dan status bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, bahasa nasional, dan bahasa persatuan mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada bahasa Bali memurut pandangan masyarakat Loloan. Dengan demikian, tampak bahwa pemertahanan bahasa Melayu Loloan terhadap bahasa Indonesia menjadi lemah. Dari kasus penggunaan bahasa Melayu Loloan, bahasa Bali, dan bahasa Indonesia yang terjadi dalam masyarakat Loloan dapat disimpulkan : Pertama, penguasaan B2 milik mayoritas oleh kelompok minoritas, sehingga warga minoritas menjadi bilingual, tidak selalu berakibat bergeser B1; kedua, penguasaan B2 baru (bahasa Indonesia) oleh kelompok minoritas juga tidak memunahkan B1, tetapi hanya menggeser banyak peran B2 lama (bahasa Bali).
Proses pergeseran dan proses kepunahan itu memerlukan kurun waktu yang cukup panjang dan melalui beberapa generasi, yang pasti dapat disebutkan adalah bergeser atau punahnya bahasa Melayu Loloan itu sangat ditentukan oleh keputusan, berdasarkan sikap bahasa, dari masyarakat Loloan itu sendiri.
Sumber :
ABDUL CHAER & LEONIE AGUSTINA (Sosiolinguistik)
makasih, naskahnya bermanfaat sekali
BalasHapusiya semoga bisa membantu,,,
BalasHapusmeskipun baru kajian di permukaan, tapi cukuplah untuk mengetahui pergeseran bahasa, baiknya diberi deskripsi tambahan yang lebih dalam. makasih
BalasHapus