Kebijaksanaan bahasa itu merupakan satu pegangan yang bersifat nasional. Masalah-masalah kebahasaan yang dihadapi setiap bangsa adalah tidak sama, tergantung pada situasi kebahasaan yang ada di dalam negara ini. Negara-negara yang sudah memiliki sejarah kebahasaan yang cukup, dan di dalam negara itu hanya ada satu bahasa saja cenderung tidak mempunyai masalah kebahasaan yang serius. Secara politis di Indonesia ada tiga buah bahasa, yaitu (1) bahasa nasional Indonesia, (2) bahasa daerah, dan (3) bahasa asing. Para pemimpin perjuangan Indnesia berdasarkan kenyataan bahwa bahasa Melayu telah sejak berabad-abad yang lalu telah digunakan secara luas sebagai lingua franca di seluruh Nusantara telah menetapkan bahasa Melayu itu menjadi bahasa persatuan untuk seluruh Indonesia, dan memberinya nama bahasa Indonesia. Para pengambil keputusan menetapkan bahasa Indonesia sesuai dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, sebagai lambang kebanggaan nasional dan sebagai alat komunikasi nasional kenegaraan atau intrabangsa. Bahasa daerah berfungsi sebagai lambang kedaerahan dan alat komunikasi intrasuku, dan bahasa asing berfungsi sebagai alat komunikasi antar-bangsa dan alat penambah ilmu pengetahuan.
Masalah kebahasaan yang dihadapi negara Singapura juga cukup ruwet, namun pemerintah Singapura telah dapat melakukan kebijaksanaan bahasa dengan tepat. Pemerintah Singapura mula-mula membedakan adanya dua hal, yaitu fungsi bahasa dan penggunaan bahasa. Mereka mengakui punya satu bahasa nasional, yaitu bahasa Melayu yang menjadi lambang kenasionalan negara itu. Di samping itu mereka juga mengakui adanya empat buah bahasa resmi, yaitu (1) bahasa Melayu, (2) bahasa Mandarin (bahasa-bahasa Cina), (3) bahasa Tamil (termasuk bahasa India), dan (4) bahasa Inggris.
Tujuan kebijaksanaan bahasa adalah dapat berlangsungnya komunikasi kenegaraan dan komunikasi intrabangsa dengan baik, tanpa menimbulkan gejolak sosial dan emosional yang dapat mengganggu stabilitas bangsa. Kebijaksanaan bahasa harus pula memberi pengarahan terhadap pengolahan materi bahasa itu yang biasa disebut korpus bahasa. Korpus bahasa ini menyangkut semua komponen bahasa, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, kosakata, serta sistem semantik.
2. Perencanaan Bahasa
Das Gupta (1971:211) mengatakan perencaaan bahasa adalah kegiatan politis dan administratif untuk menyelesaikan persoalan bahasa di dalam masyarakat, Ray (1961, yang dikutip Moeliono 1983) berpendapat bahwa perencanaan bahasa terbatas pada saran atau rekomendasi yang aktif untuk mengatasi masalah pemakaian bahasa dengan cara yang paling baik. Gorman (1973, yang dikutip Moeliono 1983) menyatakan bahwa perencanaan bahasa adalah tindakan koordinatif yang diambil untuk memilih, mengkodifikasikan, serta mengembangkan aspek tata ejaan, tata bahasa, dan leksikon; dan menyebarkan bentuk-bentuk yang disetujui itu di dalam masyarakat. Neustupny (1970) dan Gorman (1973), serta Galvin (1973) membedakan adanya dua macam perencanaan bahasa, yaitu (1) pemilihan bahasa untuk maksud dan tujuan tertentu seperti untuk bahasa kebangsaan atau bahasa resmi, yang tentunya melibatkan banyak faktor di luar bahasa, dan (2) pengembangan bahasa yang terutama bertujuan untuk meningkatkan taraf keberaksaraan, dan juga usaha pembakuan bahasa.
Cita-cita Alisjahbana dalam language engineering ini adalah pengembangan bahasa yang teratur di dalam konteks perubahan sosial, budaya, dan teknologi yang lebih luas berdasarkan perencanaan yang cermat. Menurut Alisjahbana masalah language engineering yang penting adalah (1) pembakuan bahasa, (2) pemodernan bahasa, dan (3) penyediaan alat perlengkapan seperti buku pelajaran dan buku bacaan. Miller (1950) memasukkan ke dalam istilah itu kegiatan penciptaan bahasa internasional untuk komunikasi penerbangan, pengubahan tata ejaan, pengembangan kosakata khusus, pembakuan bahasa, dan penerjemahan. Sedangkan Springer (1956) menafsirkan language engineering itu sebagai usaha pengaksaraan bahasa dan pembakuan bahasa yang belum baku sepenuhnya.
Masalah berikutnya dalam perencanaan bahasa ini adalah, apakah sasaran perencanaan bahasa itu. Dari berbagai kajian dapat kita lihat sasaran perencanaan bahasa itu (yang dilakukan setelah menetapkan kestatusan bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan), yaitu, (1) pembinaan dan pengembangan bahasa yang direncanakan (sebagai bahasa nasional, bahasa resmi kenegaraan, dan sebagainya); (2) khalayak di dalam masyarakat yang diharapkan akan menerima dan menggunakan saran yang diusulkan dan ditetapkan.
Pelaksanaan yang berkenaan dengan korpus bahasa adalah penyusunan sistem ejaan yang ideal (baku), yang dapat digunakan oleh para penutur dengan benar, sebab adanya sistem ejaan yang disepakati akan memudahkan dan melancarkan jalannya komunikasi. Berhasil atau tidaknya usaha perencanaan bahasa ini adalah masalah evaluasi. Pembakuan bahasa itu sendiri, menurut Amran Halim (1979:29) merupakan proses yang berlangsung terus-menerus selama bahasa yang bersangkutan tetap digunakan oleh masyarakat yang hidup dan tumbuh, dan berkembang sedemikian rupa, sehingga sebenarnya tidak dapat dikatakan dengan pasti di mana pangkal dan di mana ujungnya.
sumber:
ABDUL CHAER & LEONIE AGUSTINA (Sosiolinguistik)
Posting Komentar