Bahasa (language) terealisasikan dalam tuturan (parole). Tuturan itu berupa satuan-satuan. Sehingga ada awal dan ada akhirnya. Seiap saturan tuturan menyatakan satu topik gagasan tertentu. Satuan tuturan itu disebut wacana.
Istilah wacana merupakan istilah Indonesia untuk discaurse. Istilah ini pertama kali diperkenalkan Kridalaksana pada tahun 1978 melalui kertas kerjanya yang berjudul “Keutuhan Wacana” di dalam konferensi bahasa dan sastra Indonesia di Jakarta. Pada kertas kerja itu Kridalaksana mengungkapkan aspek yang membangun keutuhan wacana, yaitu aspek gramatikal leksikal dan koherensi kewacaan.
Wacana merupakan suatu kesatuan rentetan kalimat yang utuh. Unsur yang membangun kesatuan wacana menurut Supardo (1998: 56) ada lima unsur, yaitu satuan bahasa, seperti kata, frase, klausa dan kalimat; konteks yang terdapat disekitar wacana; makna dan maksud; koherensi dan kohesi.
Keterkaitan terdapat dalam wacana yang terdiri dari lebih dari satu ujaran. Keterkaitan atau kohesi adalah kaitan semantis antara satu proposisi atau kaliamt dengan proposisi lainnya dalam wacana itu. Kaitan itu berupa unsur gramatikal dan leksikal. Keterkaitan gramatikal tersebut salah satunya dapat berupa kohesi pengacuan, yaitu kohesi yang menandai hubungan kohesif wacana melalui pengacuan. Kohesi pengacuan tersebut oleh Halliday dan Hassan dibagi menjadi referensial personal, referensial demonstratif, dan referensial komparatif.
Penanda hubungan kohesif pengacuan tipe personal adalah pemarkah hubungan antara bagian wacana yang satu dengan bagian wacana lainnya melalui persona. Kategori semantis yang diperankan oleh persona-persona itu dapat berupa kategori ekstensial atau keberadaandan kategori posesif atau milik.
Sebuah wacana merupakan unit bahasa yang terikat oleh suatu kesatuan. Kesatuan itu dapat dipandang dari segi bentuk dan segi maknanya. Oleh karena itu, sebuah wacana selalu direalisasikan dakam bentuk rangkaian kalimat-kalimat. Sebuah wacana dapat ditemukan dalam bentuk sebuah kalimat, bahkan dapat berupa sebuah frasa atau kata.
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar dalam heararki gramatikal. Namun, dalam realitasnya wacana dapat berupa karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat, frase, bahkan kata yang membawa amanat lengkap (Kridalaksana 1978). Menurut Crystal (1985) dalam bidang linguistik. Wacana berarti rangkaian sinambung kalimat yang lebih luas daripada kalimat, sedangkan dari sudut pandang psikolinguistik, wacana merupakan suatu proses dinamis pengungkapan dan pemahaman yang mengatur penampilan orang dalam interaksi kebahasaan. Menurut Kinneavy (dalam Supardo 1988: 55) wacana adalah teks yang lengkap yang disampaikan baik dengan cara lisan maupun tulisan yang tersusun oleh kalimat yang berkaitan.
Keterkaitan atau kohesi adalah kaitan semantis antara satu proposisi atau kalimat dengan proposisi lainnya dalam wacana itu. Dardjowidjojo (1986 : 94) berpendapat keterkaitan merupakan satu kesatuan yang mendukung keberadaan suatu wacana. Halliday dan Hasan (1979 : 75) berpendapat bahwa kohesi merupakan konsep makna yang mengacu pada hubungan makna di dalam suatu wacana.
Hubungan kohesi di dalam wacana dapat ditandai secara formal oleh pemarkah-pemarkah (alat kohesi). Pemarkah-pemarkah itu menghubungkan apa yang dikatakan dengan apa yang telah dinyatakan sebelumnya di dalam wacana itu (Samsuri 1987 / 1988 : 38).
Halliday dan Hasan (1979 : 79) merinci lat kohesi gramatikal dan leksikal. Alat kohesi gramatikal terbagi menjadi empat macam : pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelesapan (elipsis), dan konjungsi.
Ekowardono (1985) kaitan gramatikal terbagi atas : pengurutan koordinatif dan subordinatif, penggantian kata, frase, klausa, kalimat, paragraf, atau wacana luas tertentu dengan pronomina.
Kohesi gramatikal dapat berupa: (1) pengacuan menandai hubungan kohesif wacana melalui pengacuan. Nunan menyebut pemarkah hubungan kohesif ini dengan istilah pengacuan kohesif (1992 : 2). Menurut Halliday dan Hassan (1979 : 90; Nunan 1992 : 9) membagi kohesi pengacuan menjadi tiga tipe, yaitu referensial personal, referensial demonstratif, dan referensial komparatif. (2) penyulihan merupakan hubungan kohesif yang menyatakan penggantian. Kohesi penyulihan dibedakan atas tiga tipe, yaitu: nominal, verbal, dan klausal; (3) pelesapan sama dengan hubungan kohesif penyulihan. Hanya saja pada hubungan kohesif pelesapan ini unsur penggantinya itu dinyatakan dalam bentuk kosong (zero); (4) konjungsi merupakan hubungan kohesif yang memarkahi hubungan yang hanya dapat dimengerti sepenuhnya melalui pengacuan ke bagian lain wacana; (5) inversi adalah adanya susunan diterangkan-menerangkan. Pembalikan dilakukan karena unsur yang sama atau bersamaan yang menjadi fokus perlu di dekatkan; (6) pemasifan kalimat terjadi karena kalimat berstruktur pelaku (aktif) diubah menjadi berstruktur sasaran (pasif) ; (7) nominalisasi digunakan untuk keperluan pengubahan fokus pada dimensi yang berbeda, diperlukan pengubahan jenis kata dengan sasaran morfologi. Untuk menyatakan pelaku atau alat digunakan imbuhan peng-, untuk menyatakan proses digunakan peng-an, dan untuk menyatakan sasaran, hasil, atau juga alat digunakanan.
Hubungan kohesif leksikal adalah hubungan kohesif wacana yang terjadi apabila dua unsur di dalam wacana dihubungkan melalui satu pengertian. Nunan (1992 : 14) berpendapat bahwa dua unsur di dalam wacana itu dihubungkan oleh satu kriteria semantik. Hubungan kohesif leksikal merupakan realisasi dari kohesi leksikal (Slamet 1994 : 15).
Menurut Halliday dan Hasan (1979) alat kohesi leksikal dibedakan atas dua macam, yaitu reiterasi dan kolokasi. Setiap kategori terbagi lagi atas sub-subkategori. Tipe hubungan reiterasi dibedakan menjadi pengulangan (repetisi), sinonim, superordinat, unsur dan umum.
Perulangan, yaitu kata pada kalimat pertama yang menjadi pusat perhatian (fokus) disebutkan kembali pada kalimat yang lain. Bentuknya sebuah kata diulang pada kalimat berikutnya agar kalimat itu berkaitan dengan kalimat sebelumnya.
Posting Komentar