Penyelenggaraan pengajaran, termasuk pengajaran bahasa, sebagai bagian dari penyelenggaraan pendidikan, merupakan usaha yang persiapan dan pelaksanaannya meliputi berbagai bagian dan tahapan. Penyelenggaraan pengajaran yang utuh secara keseluruhan bahkan meliputi pula penyelenggaraan tes untuk memperoleh berbagai macam dan bentuk umpan balik tentang pengajaran yang telah diselenggarakan.
Dalam praktik penyelenggaraan pengajaran sehari-hari, tes pada umumnya pertama-tama dikaitkan dengan usaha untuk memperoleh informasi tentang peningkatan kemampuan siswa sebagai hasil pengajaran.
Dalam bidang pendidikan pada umumnya dan bidang pengajaran pada khususnya, tes dimengertikan sebagai alat, prosedur atau rangkaian kegiatan yang digunakan untuk memperoleh contoh tingkah laku seseorang yang memberikan gambaran tentang kemampuannya dalam suatu bidang ajaran tertentu. Dalam pengajaran bahasa, tes semacam itu dikenal sebagai tes bahasa yang sasaran pokoknya adalah tingkat kemampuan berbahasa.
Kemampuan berbahasa secara konvensional dianggap meliputi empat jenis kemampuan. Keempat jenis kemampuan berbahasa itu adalah 1. kemampuan menyimak, untuk memahami bahasa yang digunakan secara lisan, 2. kemampuan membaca, untuk memahami bahasa yang diungkapkan secara tertulis, 3. kemampuan berbicara, untuk mengungkapkan diri secara lisan, dan 4. kemampuan menulis, untuk mengungkapkan diri secara tertulis.
Dengan demikian, tes bahasa yang sasaran umumnya adalah kemampuan berbahasa, rincian sasarannya meliputi kemampuan menyimak, kemampuan membaca, kemampuan berbicara, dan kemampuan menulis. Sejalan dengan rincian sasaran itu, tes bahasa pun dapat dirinci ke dalam tes menyimak, tes membaca, tes berbicara, dan tes menulis.
Kemampuan berbahasa dapat pula dikaitkan dengan penguasaan terhadap komponen bahasa. Komponen bahsa itu terdiri dari bunyi bahasa, kosakata, dan tatabahasa. Penguasaan atas komponen-komponen bahasa dianggap merupakan bagian dari kemampuan berbahasa. Oleh karena itu tes bahasa yang sasarannya adalah kemampuan berbahasa, meliputi pula tes bunyi bahasa, tes kosakata, tes tatabahasa.
Dengan demikian cakupan tes bahasa secara keseluruhan meliputi dua kelompok sasaran. Kelompok sasaran pertama adalah kemampuan berbahasa, yang terdiri dari kemampuan menyimak, kemampuan membaca, kemampuan berbicara, dan kemampuan menulis. Kelompok sasaran kedua adalah komponen bahasa yang terdiri dari bunyi bahasa, kosakata, dan tatabahasa.
Pembahasan
A. Aspek Tes Bahasa
Bahasa merupakan sesuatu yang kompleks dan berdimensi banyak. Usaha untuk mempelajari dan melakukan analisis terhadap bahasa berkaitan dengan berbagai aspek yang berbeda. Dan hasil analisis terhadap bahasa dapat berbeda-beda pula, tergantung pada aspek yang diutamakan. Demikian halnya dengan usaha untuk melakukan penilaian terhadap tingkat penguasaan kemampuan berbahasa. Penilaian kemampuan berbahasa itu tidak dapat dilepaskan dari aspek bahasa yang diutamakan. Dan tergantung pada aspek bahasa yang dijadikan sasaran utama, tes bahasa dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Tes Kemampuan Berbahasa
Dengan tes kemampuan berbahasa, dapat diperoleh informasi tentang tingkat kemampuan menggunakan bahasa pada suatu tahap tertentu. Sesuai dengan jenis kemampuan yang tercakup dalam kemampuan berbahasa secara keseluruhan, tes kemampuan berbahasa dapat berupa tes kemampuan menyimak, tes kemampuan membaca, tes kemampuan berbicara, dan tes kemampuan menulis.
2. Tes Komponen Bahasa
Komponen bahasa meliputi bunyi bahasa, kosakata, dan tatabahasa. Sejalan dengan itu, maka atas dasar komponen bahasa yang tingkat penguasaannya akan diukur, dikenal adanya tes bunyi bahasa, tes kosakata, dan tes tatabahasa.
B. Tes Kemampuan Berbahasa
1. Tes Kemampuan Menyimak
Menurut Tarigan (1983 :19) menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta Interpretasi, untuk memperoleh informasi, menangkap isi, serta memahami makna komunikasi yang disampaikan oleh pembicara melalui bahasa lisan.
Karena banyaknya komunikasi sehari-hari yang dilakukan secara lisan, kemampuan ini amat penting dimiliki oleh setiap pemakai bahasa. Hal ini senada dengan pendapat Morley (1984 :7) yang mengatakan bahwa dalam komunikasi sehari-hari kegiatan menyimak mencapai 50%, berbicara 25%, membaca 15%, dan menulis 10%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa menyimak mendominasi kegiatan berbahasa yang lain.
Pengukuran keterampilan menyimak dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran dan dilakukan secara khusus yang sengaja dirancang untuk maksud itu. Oeh karena itu, pengungkapan keterampilan menyimak dapat berupa latihan-latihan mengerjakan tugas tertentu, misalnya berupa : (1) tanya jawab singkat mengenai wacana yang didengarkan, (2) mengungkapkan kembali pemahaman siswa secara lisan, (3) mengungkapkan kembali pemahaman siswa secara tertulis.
Sasaran utama tes kemampuan menyimak adalah kemampuan peserta tes untuk memahami isi wacana yang dikomunikasikan secara lisan langsung oleh pembicara, atau sekadar rekaman audio atau video. Penetapan jenis sasaran kemampuan yang dijadikan fokus tes disesuaikan dengan tingkat kemampuan peserta tes.
Dalam kaitannya dengan penetapan jenis tes yang digunakan untuk tes menyimak, amat dianjurkan untuk memastikannya dengan kecermatan dan kehati-hatian yang tinggi. Seperti juga untuk jenis-jenis tes bahasa yang lain, tes menyimak perlu disusun dengan mengindahkan berbagai kaidah dan persyaratan yang perlu dipenuhi bagi tes yang baik.
Tes menyimak diselenggarakan dengan memperdengarkan wacana lisan sebagai bahan tes. Wacana itu dapat diperdengarkan secara langsung oleh seorang penuturm sedapat mungkin penutur asli bahasa yang merupakan sasaran tes, atau sekedar melalui rekaman. Wacana yang telah diperdengarkan itu disertai dengan tugas yang haru dilakukan, atau pertanyaan yang harus dijawab.
2. Tes Kemampuan Membaca
Menurut Keraf (1996 : 42) membaca merupakan suatu proses yang bersifat kompleks meliputi kegiatan yang bersifat fisik dan mental.
Menurut Broghton (dalam Tarigan 1986 : 11) ada dua aspek penting dalam membaca yaitu keterampilan yang bersifat mekanis dan keterampilan bersifat pemahaman. Yang dimaksud keterampilan mekanis yaitu keterampilan yang bersifat visual (terkait dengan mata) meliputi pengenalan bentuk-bentuk huruf, pengenalan unsur-unsur linguistik, pengenalan hubungan bunyi dan huruf, dan kecepatan membaca lembar. Sedangkan keterampilan pemahaman merupakan kemampuan kognitif atau berhubungan dengan otak, meliputi pemahaman pengertian sederhana, pemahaman makna, evaluasi atau penilaian isi dan bentuk, dan kecepatan membaca fleksibel.
Membaca merupakan kegiatan yang penting, dan menjadi semakin penting pada zaman modern ini, pada saat perkembangan dalam berbagai segi kehidupan terjadi amat cepat. Informasi tentang perkembangan itu direkam dan disebarluaskan melalui berbagai media. Untuk memahami semua jenis informasi yang termuat dalam media tersebut, mutlak diperlukan kegiatan membaca, disertai kemampuan untuk memahami isinya. Kemampuan memahami isi bacaan itulah yang menjadi tujuan pokok dari pelajaran membaca dalam pengajaran bahasa, dan sekaligus merupakan sasaran utama dari tes membaca, atau lebih tepat tes kemampuan membaca.
Pengukuran atau pengembangan soal-soal keterampilan membaca sebaiknya menunjang fungsi komunikatif bahasa, khususnya bahasa tulis. Pengukuran keterampilan membaca dapat dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung sehingga dapat dilaksanakan latihan-latihan melakukan aktivitas membaca terhadap suatu wacana tertentu. Pengukuran itu dapat berupa (1) tanya jawab singkat mengenai wacana yang dibaca, (2) menjawab pertanyaan-pertanyaan bacaan, (3) mengungkapkan kembali pemahaman isi wacana secara lisan, dan (4) mengungkapkan kembali secara tertulis isi wacana.
Tujuan pokok penyelenggaraan tes membaca adalah mengetahui dan mengukur tingkat kemampuan untuk memahami bahan bacaan. Tingkat kemampuan membaca itu tercermin pada tingkat pemahaman terhadap isi bacaan, baik yang secara jelas diungkapkan di dalamnya (tersurat), maupun yang hanya terungkap secara tersamar dan tidak langsung (tersirat), atau bahkan sekedar merupakan implikasi dari isi bacaan. Semua itu merupakan bagian dan perwujudan dari kemampuan memahami bacaan yang dapat dijadikan dasar dan acuan dalam menyusun butir-butir tes membaca. Pada tes membaca, wacana yang dihadapi berupa wacana yang disampaikan melalui media tertulis.
3. Tes Kemampuan Berbicara
Berbicara merupakan kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, atau perasaan. (Tarigan, 1985 : 41)
Sasaran tes berbicara meliputi :
a) relevansi dan kejelasan isi pesan, masalah, atau topik
b) kejelasan dan kerapian pengorganisasian isi
c) penggunaan bahasa yang baik dan benar serta sesuai dengan isi, tujuan wacana, keadaan nyata termasuk pendengar.
Berikut ini adalah faktor-faktor kebahasaan dan nonkebahasaan yang dinilai dalam berbicara menurut Tarigan (1985) :
1. Faktor kebahasaan
a. ketepatan ucapan
Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, kurang menarik.
b. Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai
Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi akan merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara.
c. Pilihan kata (diksi)
Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi.
d. Ketepatan sasaran pembicaraan
Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggal kesan, atau menimbulkan akibat.
2. Faktor nonkebahasaan
a. sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku
b. pandangan harus diarahkan lawan bicarakesediaan menghargai pendapat orang lain
c. gerak gerik dan mimik yang tepat
d. kenyaringan suara
e. kelancaran
f. relevansi / penalaran
g. penguasaan topik
Dalam pengajaran berbicara yang mementingkan isi dan makna dalam penyampaian pesan secara lisan, berbagai bentuk dan cara dapat digunakan. Sesuai dengan tingkat penguasaan kemampuan berbahasa yang telah dimiliki oleh siswa, bentuk pengajkaran berbicara dapat meliputi kegiatan penggunaan bahasa lisan dengan tingkat kesulitan yang beragam. Bentuk pengajaran berbicara itu dapat bersifat terkendali, dengan isi dan jenis wacana yang ditentukan atau dibatasi, atau bersifat bebas, tergantung pada keinginan dan kreativitas pembicara. Dalam arti itu pula tes berbicara dapat diselenggarakan secara terkendali atau secara bebas.
Kegiatan pembelajaran dan pengembangan soal ujian pada umumnya berangkat dari kegiatan tulis menulis. Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara sebaiknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara, dan bukannya menulis. Oleh karena itu, ujian kemampuan ini lebih praktis dilakukan ketika kegiatan pembelajaran berlangsung, yang hal ini dapat dilakukan dengan cara : (1) mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan isi wacana lisan yang diperdengarkan, (2) mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan isi wacana yang dibaca, (3) mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan isi wacana yang berupa gambar, (4) mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan berbagai pengalaman, (5) melakukan kegiatan diskusi mengenai tema tertentu, (6) melakukan kegiatan tugas berpidato, bercerita, dan lain-lain.
Kegiatan pembelajaran dan pengembangan soal ujian pada umumnya berangkat dari kegiatan tulis menulis. Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara sebaiknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara, dan bukannya menulis. Oleh karena itu, ujian kemampuan ini lebih praktis dilakukan ketika kegiatan pembelajaran berlangsung, yang hal ini dapat dilakukan dengan cara : (1) mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan isi wacana lisan yang diperdengarkan, (2) mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan isi wacana yang dibaca, (3) mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan isi wacana yang berupa gambar, (4) mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan berbagai pengalaman, (5) melakukan kegiatan diskusi mengenai tema tertentu, (6) melakukan kegiatan tugas berpidato, bercerita, dan lain-lain.
Penyelenggaraan tes berbicara secara terkendali dapat mengambil bentuk menceritakan suatu gambar, atau menceritakan kembali cerita yang telah disampaikan sebelumnyasecara lisan atau secara tertulis. Dalam penyelenggaraan tes berbicara secara bebas, peserta tes diberi kebebasan untuk menentukan sendiri masalah yang ingin dibicarakan.
4. Tes Kemampuan Menulis
Dalam mengungkapkan diri secara tertulis, seorang pemakai bahasa memiliki lebih banyak kesempatan untuk mempersiapkan dan mengatur diri, baik dalam hal apa yang ingin diungkapkan, maupun bagaimana cara mengungkapkannya. Pesan yang perlu diungkapkan dapat dipilih secara cermat dan disusun secara sistematis, agar bila diungkapkan secara tertulis mudah dipahami dengan tepat. Demikian pula dengan pemilihan kata-kata, dan penyusunannya dalam bentuk wacana, yang dapat dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa yang sesuai, baik dan benar. Selain aspek penggunaan bahasa, masalah gaya penuangan isi masalah yang dijadikan pokok bahasan dalam kegiatan menulis (seperti naratif, deskriptif, eksposisi, argumentatif, dan lain-lain) ada kalanya perlu pula dijadikan salah satu rincian kemampuan menulis apabila diikutsertakan dalam menentukan tingkat mutu penulisan sesuai yang ditugaskan.
Pengukuran keterampilan menulis dapat dilaksanakan pada saat berlangsungnya proses pembelajaran dan dapat pula dilakukan ujian khusus di luar kegiatan pembelajaran yang sengaja diselenggarakan untuk keperluan itu. Pengukuran keterampilan menulis yang dilaksanakan pada saat kegiatan pembelajaran diantaranya berupa latihan-latihan melakukan aktivitas, misalnya berupa : (1) menulis suatu wacana dengan ejaan yang benar, (2) membuat kalimat dengan pola-pola tertentu, (3) membuat berbagai jenis paragraf, (4) membuat berbagai jenis surat, (5) membuat rangkuman dan atau ikhtisar bacaan, (5) menuliskan kembali isi suatu acara tertentu dari televisi, (6) mengarang bebas dengan topik tertentu, dan lain-lain.
Secara umum tes menulis dapat diselenggarakan secara terbatas dan secara bebas. Pada tes menulis jenis pertama, tulisan peserta tes dilakukan dengan batsan-batsan tertentu. Batsan itu dapat berupa masalah dan judul yang sudah ditetapkan, disamping waktu dan panjang tulisan, bahkan mungkin gaya bahasa yang digunakan. Sebaliknya, pada tes menulis bebas peserta dapat menentukan sendiri apa yang akan ditulisnya, dan bagaimana menyusun tulisannya, dengan rambu-rambu yang ditetapkan secara minimal.
C. Tes Komponen Bahasa
1. Tes Bunyi Bahasa
Penyelenggaraan tea bunyi bahasa, pada umumnya lebih banyak merupakan bagian dari penyelenggaraan pengajaran bahasa sebagai bahasa asing daripada pengajaran bahasa pertama. Dalam pengajaran bahasa pertama, misalnya pengajaran bahsa Indonesia untuk penutur asli bahasa Indonesia, pembelajar pada umumnya sekurang-kurangnya telah memiliki kemampuan berbahasa tingkat dasar, yang mencukupi untuk keperluan komunikasi sehari-hari. Kemampuan itu merupakan hasil belajar dan pengembangan yang terjadi secara alamiah sebagai penutur asli. Halnya berbeda dalam pengajaran bahsa sebagai bahasa asing bagi pembelajar penutur asli bahasa Indonesia. Dalam pengajaran bahasa-bahsa itu sebagai bahasa asing, penguasaan bunyi-bunyi bahasa merupakan salah satu tujuan pengajaran yang penting.
Sasaran tes bunyi bahasa bagi mereka secara umum meliputi penguasaan seluruh sistem bunyi bahasa, baik dalam bentuk mengenal dan memahami bunyi bahasa secara pasif-reseptif, maupun dalam bentuk melafalkan dan menggunakan bunyi bahasa secara aktif-produktif. Selain bunyi-bunyi bahasa dalam bentuk konsonan dan vokal, sistem bunyi bahasa selengkapnya meliputi pula tinggi rendahnya suara, tekanan kata dan kalimat, lagu kalimat atau intonasi, dan sebagainya. Tingkat penguasaan terhadap bagian-bagian dari sistem bunyi bahasa itu merupakan sasaran tes bahasa, khususnya tes bunyi bahasa.
Tes bunyi bahasa bagi pengenalan dan pemahaman secara pasif-reseptif semata-mata dimaksudkan untuk memastikan apakah seseorang mampu membedakan satu bunyi bahasa dari bunyi bahasa yang lain. Dengan kemampuan itu seseorang diharapkan dapat memperoleh pemahaman yang tepat terhadap ungkapan lisan seorang pemakai bahasa, dan tidak memperoleh kesan yang berbeda dari apa yang dimaksudkan oleh pemakai bahasa lisan itu.
Berbeda dengan tes bunyi bahasa dengan tujuan pemahaman dan pengenalan, tes bunyi bahasa dengan titik berat kemampuan melafalkan ini mengharuskan peserta tes untuk melafalkan butir-butir tesnya. Penilaian dilakukan atas dasar ketepatan pelafalan, baik daris egi masing-masing bunyi bahasa, maupun sebagai bagian dari rangkaian bunyi bahasa dalam kata, frasa, kalimat, wacana, termasuk jeda, tekanan suara, dan intonasi.
2. Tes Kosakata
Sebagai bagian dari komponen bahasa, kosakata terdiri dari kata-kata yang digunakan dalam komunikasi melalui bahasa, baik penggunaan bahasa secara lisan maupun secara tertulis. Dalam komunikasi melalui bahasa, kosakata merupakan unsur yang amat penting. Makna suatu wacana sebagai bentuk penggunaan bahasa sebagian besar ditentukan oleh kosakata yang digunakan dalam pengungkapannya.
Tes kosakata terutama berkaitan dengan penguasaan makna kata-kata, disamping kemampuan menggunakannya pada konteks yang tepat dan tempat yang tepat pula alam wacana. Sebagai bagian dari penguasaan bahasa, penguasaan kosakata dapat dibedakan kedalam penguasaan yang aktif-produktif dan penguasaan yang pasif-reseptif. Kosakata yang merupakan bagian dari penguasaan aktif-produktif sering dikenal sebagai kosakata aktif, yaitu kosakata yang dapat digunakan seorang pemakai bahasa secara wajar dan tanpa banyak kesulitan dalam mengungkapkan dirinya. Sebaliknya, dengan kosakata pasif yang merupakan bagian dari penguasaan pasif-reseptif, seorang pemakai bahasa hanya mampu menggunakannya untuk memahami ungkapan bahasa orang lain, tanpa mampu menggunakan sendiri secara wajar dalam ungkapan-ungkapannya.
3. Tes Tatabahasa
Sebagai komponen bahasa, tatabahasa merupakan bagian yang berkaitan dengan penataan kata dalam rangkaian kata-kata. Selain dengan penataan kata dalam rangkaian kata-kata, tatabahasa juga berkaitan dengan perubahan bentuk kata, yang kadang-kadang terjadi sebagai akibat dari tersusunnya kata-kata dalam frasa atau kalimat.
Sasaran tes tatabahasa secara garis besar meliputi pemahaman dan penggunaan pembentukan kata, frasa, dan kalimat. Tes yang dapat dikembangkan untuk pemahaman dan penggunaan pembentukan kata, frasa, dan kalimat itu dapat didasarkan atas salah satu atau lebih format tes. Tergantung pada berbagai hal seperti tujuan diselenggarakannya tes, luasnya bahan yang perlu dicakup, waktu yang tersedia untuk meyiapkan dan mengerjakan, atau kemampuan penyelenggara, tes tatabahasa dapat disusun dalam bentuk tes esai, tes pilihan ganda, tes melengkapi, tes jawaban pendek, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Arsjad, Midar g. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga.
Djiwandono, Soenardi. 1996. Tes Bahasa Dalam Pengajaran. Bandung : ITB
Djiwandono, Soenardi. 1996. Tes Bahasa : Pegangan Bagi Pengajar Bahasa. Bandung : ITB
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : PT. Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.
Posting Komentar